Gelombang adopsi AI di layanan pelanggan bukan lagi soal efisiensi, tapi restrukturisasi. Di tengah tekanan untuk menghadirkan pengalaman pelanggan yang personal sekaligus scalable, bisnis kini dihadapkan pada pertanyaan besar, bagaimana manusia dan mesin dapat bekerja dalam satu sistem yang saling memperkuat?
Peran human agent di era AI agent kini berubah secara fundamental. AI bukan lagi sekadar alat bantu untuk mempercepat layanan pelanggan, tetapi menjadi katalis transformasi organisasi.
AI menata ulang cara tim dibentuk, keputusan diambil, dan nilai pelanggan diciptakan. Tantangan baru bagi manajer customer service dan business owner bukan hanya bagaimana menggunakan AI, tapi bagaimana menata ulang kolaborasi manusia dan mesin agar menciptakan dampak jangka panjang bagi pelanggan.
Dari Hierarki Linear ke Collaborative Intelligence
Dulu, struktur layanan pelanggan bersifat hierarkis — supervisor di atas, agent di bawah, dan pelanggan di ujung rantai komunikasi. Kini, berkat AI Agent dan sistem otomatisasi, model itu berubah menjadi jaringan kolaboratif yang dinamis.
AI menangani tugas mekanis dan repetitif, seperti menjawab pertanyaan sederhana, mengelompokkan pesan, menganalisis pola data pelanggan. Human agent pun berevolusi — mereka bukan lagi sekadar menyelesaikan tiket dan menyelesaikan keluhan, tapi pengambil keputusan strategis yang mengelola kasus kompleks, sensitif, atau bernilai tinggi.
Model ini menciptakan ekosistem real-time intelligence, di mana AI menyuplai data dan insight, sementara manusia memberikan makna dan arah. Seperti dijelaskan oleh Oloyede (2024), bisnis saat ini tidak perlu menggunakan struktur organisasi yang hierarkis, tetapi mengadopsi sistem saraf yang kolaboratif, adaptif, terhubung, dan based on data.
Human Agent: Dari Eksekutor ke Orchestrator
Saat AI mengotomasi sebagian besar fungsi operasional, peran manusia justru naik kelas. Mereka kini menjadi orchestrator — memadukan empati, intuisi, dan penilaian etis untuk mengarahkan hasil kerja AI.
Contohnya, ketika AI mendeteksi pelanggan berisiko churn, human agent-lah yang menentukan pendekatan komunikasi terbaik untuk mempertahankan hubungan tanpa terasa invasif. AI menyediakan data, manusia memberikan konteks, strategi, dan rasa kemanusiaan.
Sebuah studi oleh De Andrade & Tumelero (2022) menunjukkan hal ini secara konkret di sektor perbankan Brasil. Dengan mengadopsi AI-powered chatbot berbasis IBM Watson, bank tersebut meningkatkan efisiensi layanan hingga 1.000%, mengelola 181 juta interaksi hanya dalam satu tahun, dan membebaskan human agent untuk fokus pada kasus-kasus kompleks yang membutuhkan empati, kemampuan problem solving dan decision making tinggi, serta skill negosiasi.
Temuan tersebut juga dapat diartikan bahwa, AI tidak menggantikan manusia, namun menciptakan ruang bagi manusia untuk berpikir lebih strategis dan meningkatkan value diri dan layanan mereka. Perubahan ini tak hanya mengubah cara agen bekerja, tetapi juga menuntut perubahan cara memimpin — dari command-control menjadi coaching-collaboration.
Gaya Kepemimpinan di Era Hybrid Workforce
Perubahan struktural ini menuntut gaya kepemimpinan baru. Manajer customer service kini tidak lagi berperan sebagai pengawas, tapi sebagai arsitek ekosistem kolaboratif antara manusia dan AI.
Menurut Oloyede (2024), pemimpin organisasi AI-driven perlu menumbuhkan tiga kemampuan utama:
1. AI Literacy for All
Pemahaman dasar tentang cara kerja AI bukan lagi tanggung jawab tim teknis semata. Dari frontline agent hingga manajer, semua perlu tahu bagaimana AI berpikir, menganalisis, dan mengambil keputusan.
Tanpa pemahaman ini, kolaborasi manusia–AI akan timpang. Manusia hanya mengikuti sistem, bukan memanfaatkannya secara strategis.
2. Data Driven Collaboration
Sebelum hadirnya AI, keputusan diambil secara hierarkis. Siapa yang paling senior, dialah yang menentukan arah. Namun di era AI, kepemimpinan yang efektif justru lahir dari insight kolektif yang dihasilkan data.
AI menyediakan pola, tren, dan prediksi; manusia mengubahnya menjadi strategi yang berdampak. Kolaborasi ini menuntut kebijaksanaan decision maker. Mereka tidak lagi memegang semua jawaban, tapi menjadi fasilitator pembelajaran bersama dari data kolektif yang ada.
3. Empathetic Leadership
Di tengah dorongan efisiensi dan otomatisasi, nilai kemanusiaan justru menjadi pembeda utama. Mesin bisa memproses jutaan data, tapi hanya manusia yang bisa memahami rasa frustrasi pelanggan, konteks emosional, dan nilai kepercayaan.
Pemimpin yang sukses bukan yang paling cepat mengadopsi teknologi, tapi yang paling cerdas menyeimbangkan efisiensi dengan empati.
Sampai di sini Anda pasti berpikir jika organisasi Anda akan dikendalikan AI sepenuhnya? Padahal tidak sama sekali. AI hanya membantu Anda menata ulang tim customer service Anda, sedangkan manusia atau manajer customer service tetap menjadi nahkoda atau otak utamanya.
Menjadikan kepemimpinan bukan lagi tentang mengatur, melainkan mengorkestrasi potensi manusia dan mesin menjadi satu harmoni produktif.
Membangun Collaborative Intelligence Ecosystem
Istilah collaborative intelligence kini menjadi arahan strategis utama bagi tim layanan pelanggan Anda. Di mana Anda bertugas untuk membangun ekosistem yang memperkuat kolaborasi antara human agent dan AI Agent.
Struktur ekosistem ini terdiri dari tiga lapisan utama:
- AI Agent: Menangani tugas skalabel, analisis data, dan rekomendasi berbasis pola.
- Human Agent: Menafsirkan data, membangun hubungan emosional, dan mengambil keputusan etis.
- Data System: Menghubungkan seluruh lapisan dalam satu alur kolaborasi terpadu.
AI learns → Human validates → System improves
AI belajar dari pola interaksi dan data historis pelanggan. Human agent kemudian memvalidasi output AI — menilai apakah respons sesuai konteks, nada komunikasi tetap empatik, dan hasilnya sejalan dengan tujuan bisnis. Hasil validasi tersebut kembali menjadi data pelatihan baru, membuat sistem AI semakin cerdas, adaptif, dan relevan terhadap kebutuhan pelanggan di masa depan.
Model ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga menciptakan collective intelligence di mana manusia dan mesin saling memperkaya kapasitas satu sama lain. AI memberikan kecepatan dan akurasi, sementara manusia menambahkan intuisi, emosi, dan makna strategis.
Qiscus AgentLabs bisa menjadi contoh atau gambaran nyata dari penerapan collaborative intelligence ecosystem. AI Agent menangani percakapan dasar, mengarahkan percakapan kompleks ke human agent, dan memberikan contextual suggestion agar interaksi tetap efisien dan personal.

Human agent kemudian melakukan evaluasi melalui analytics pada AgentLabs. Apakah pesan yang disampaikan AI Agent sudah sesuai? Apakah kecepatan menjawab sudah sesuai target? Atau terjadi banyak halusinasi AI selama proses layanan?
Langkah selanjutnya, agen manusia bisa melakukan training bot, menambah knowledge base, hingga mengubah persona dari bot. Ini akan menciptakan siklus pembelajaran berkelanjutan antara manusia dan mesin.
Masa Depan Struktur Tim Layanan Pelanggan
Dengan semakin kuatnya integrasi AI, bentuk organisasi layanan pelanggan akan terus berevolusi. Kita akan melihat munculnya peran-peran baru seperti:
- AI Experience Specialist: Mendesain alur percakapan dan personalisasi pelanggan berbasis AI.
- Conversation Designer: Memastikan nada komunikasi AI tetap empatik dan sesuai brand voice.
- Human–AI Orchestrator: Mengelola kolaborasi lintas tim, data, dan sistem agar alur kerja tetap selaras.
De Andrade & Tumelero (2022) menyebut model Analytical Intelligence Unit sebagai contoh nyata dari transformasi ini, yakni unit khusus yang menggabungkan kemampuan analitik, operasional, dan layanan pelanggan untuk mengoordinasikan seluruh inisiatif AI di organisasi.
KPI customer service pun ikut berubah — bukan lagi berfokus pada jumlah tiket terselesaikan, tetapi pada nilai interaksi, loyalitas pelanggan, dan sentimen positif yang dihasilkan dari kolaborasi manusia dan AI.
Transformasi Layanan Pelanggan Dimulai dari Sinergi Human–AI yang Selaras
Hadirnya AI Agent pasti akan mengubah cara kerja tim layanan pelanggan, namun bukan dengan menggantikan manusia, melainkan memperluas kapasitas dan perannya. Bisnis yang sukses di era AI bukan yang paling cepat mengotomasi, tapi yang paling cerdas mengintegrasikan empati manusia dengan kecerdasan buatan.
Ingin membangun tim layanan pelanggan yang siap menghadapi era AI? Qiscus siap membantu bisnis mengorkestrasi kolaborasi manusia dan AI — menciptakan layanan pelanggan yang efisien, empatik, dan berkelanjutan.
Referensi
De Andrade, G., & Tumelero, C. (2022). Increasing customer service efficiency through artificial intelligence chatbot. RAE—Revista de Administração de Empresas, 62(6), 1–13.
Oloyede, T. (2024). The AI-Driven Organization: Building Future-Ready Teams and Structures. SSRN Electronic Journal.